PENGANTAR
Buku
ini akan membahas suatu makhluk yang sudah cukup kita kenal, yang kita temui di
mana-mana namun tidak pernah benar-benar kita perhatikan, makhluk yang sangat
terampil, sangat sosial, dan sangat cerdas: “semut”. Tujuannya adalah meninjau
kehidupan penuh mukjizat makhluk mungil ini, yang tak pernah dianggap penting
dalam kehidupan kita sehari-hari.
Teknologi,
kerja gotong royong, strategi militer, jaringan komunikasi yang maju, hierarki
yang rasional dan cerdik, disiplin, perencanaan kota yang sempurna… dalam
bidang-bidang ini, yang manusia mungkin jarang cukup berhasil, semut selalu sukses. Makhluk ini, dengan
perlengkapan komplit untuk mengalahkan pesaing tangguh dan bertahan dalam
kondisi alam yang sulit, dalam penglihatan kita mungkin semua serupa. Padahal,
sebenarnya setiap spesies dari genus semut – yang jumlahnya ribuan – memiliki
ciri-ciri yang berlainan. Kami yakin bahwa makhluk yang memiliki populasi
tertinggi di dunia ini dapat membuka cakrawala baru bagi kita, dalam cakupan
ciri-ciri tersebut. Buku ini akan menyingkap dunia semut yang istimewa dan
mempesona. Kita akan menyaksikan hal-hal yang berhasil dilakukan masyarakat
semut ini dengan tubuhnya yang kecil. Akan kita saksikan pula bahwa tak ada
perbedaan sama sekali antara fosil mereka – yang tertua berusia sekitar 80 juta
tahun – dan semut yang hidup sekarang, yang kira-kira berjumlah 8800 spesies.
Saat
menjelajahi dunia semut yang istimewa ini, kita akan dibuat terkagum-kagum oleh
sistem yang sempurna ini dan semakin merasa perlu untuk berpikir dan
menyelidiki. Saat itu pula, kita akan melihat kekeliruan teori evolusi
sekaligus menyaksikan penciptaan Allah yang sempurna, sebuah karya yang maha
penting. Dalam Al Quran, mereka yang berpikir tentang alam sehingga mengenali
kemahakuasaan Allah, dipuji sebagai teladan bagi orang beriman. Ayat-ayat
berikut menjelaskan hal ini secara lengkap:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih
bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Maha Suci Engkau. Maka, peliharalah kami dari siksa neraka”. (Surat Al
'Imran: 190-191)
Kami
harap buku ini membuat pembacanya berpikir lebih dalam dan mengagumi kekuasaan
tinggi Allah dan seni tiada tara dari ciptaan-Nya, Dia Yang telah menciptakan
segala sesuatu.
PENDAHULUAN
Semut
adalah makhluk hidup dengan populasi terpadat di dunia. Perbandingannya, untuk
setiap 700 juta semut yang muncul ke dunia ini, hanya terdapat 40 kelahiran
manusia. Tentu masih banyak informasi lain yang menakjubkan bisa dipelajari
tentang makhluk ini.
Semut
merupakan salah satu kelompok yang paling “sosial” dalam genus serangga dan
hidup sebagai masyarakat yang disebut “koloni”, yang “terorganisasi” luar biasa
baik. Tatanan organisasi mereka begitu maju sehingga dapat dikatakan dalam segi
ini mereka memiliki peradaban yang mirip dengan peradaban manusia.
Semut
merawat bayi-bayi mereka, melindungi koloni, dan bertempur di samping juga
memproduksi dan menyimpan makanan. Bahkan ada koloni yang melakukan pekerjaan
yang bersangkutan dengan “pertanian” atau “peternakan”. Dengan jaringan
komunikasi yang sangat kuat, hewan ini begitu unggul sehingga tak dapat
dibandingkan dengan organisme mana pun dalam segi spesialisasi dan organisasi
sosial.
Di masa
kini, para peneliti yang cerdas dan berpendidikan tinggi bekerja siang-malam
dalam pelbagai lembaga pemikiran untuk merumuskan organisasi sosial yang sukses
dan menemukan solusi yang langgeng untuk berbagai masalah ekonomi dan sosial. Para ideolog juga telah menghasilkan berbagai model sosial selama berabad-abad.
Namun secara umum, belum terlihat tatanan sosial sosioekonomis yang berhasil
dicapai melalui segala upaya intensif ini. Karena sejak dulu konsep tatanan
masyarakat manusia didasarkan pada persaingan dan kepentingan individu,
ta-tanan sosial yang sempurna tidak mungkin tercapai. Sementara, semut-semut
telah menjalani sistem sosial yang ideal bagi mereka selama jutaan tahun hingga
hari ini.
Lalu, bagaimana makhluk
kecil ini membentuk tatanan seperti itu? Jawaban untuk pertanyaan ini jelas
harus dicari.
Para evolusionis mencoba
menjawab pertanyaan ini dengan klaim bahwa semut telah berevolusi 80 juta tahun
yang lalu dari Tiphiidae, sebuah genus purba rayap, dan mulai bersosialisasi 40
juta tahun yang lalu secara seketika, “atas keinginan sendiri” dan membentuk
tingkat tertinggi dalam evolusi serangga. Namun, para evolusionis ini tidak
menjelaskan sama sekali apa penyebab perkembangan sosialisasi ini dan bagaimana
prosesnya. Perlu dicatat, mekanisme dasar evolusi mengharuskan makhluk hidup
saling bertarung hingga titik terakhir, untuk kelangsungan hidup masing-masing,
oleh karena itu setiap genus serta setiap individu di dalamnya hanya bisa
memikirkan dirinya sendiri dan anaknya. (Mengapa dan bagaimana ia mulai
memikirkan anaknya juga merupakan jalan buntu bagi Evolusi, tetapi hal ini kita
abaikan dulu). Tentu saja, bagaimana “hukum evolusi” ini dapat membentuk sistem
sosial yang berpusat pada pengorbanan, tidak terjawab.
Pertanyaan yang harus
dijawab tidak hanya itu. Mungkinkah makhluk ini, yang berat sel saraf dari
sejuta ekornya hanya 20 gram, telah mengambil keputusan untuk bersosialisasi
dalam kelompok “secara begitu saja”? Atau, mungkinkah mereka berkumpul dan
menetapkan peraturan untuk sosialisasi ini setelah mengambil keputusan?
Andaipun kita anggap ini mungkin, mungkinkah bagi mereka semua untuk mematuhi
sistem baru ini tanpa kecuali? Apakah mereka lalu membentuk tatanan sosial yang
maju dengan mendirikan koloni dengan anggota berjuta-juta ekor semut, setelah
mengatasi semua kemustahilan ini?
Lalu
bagaimana “sistem kasta” muncul dari pergumulan ini? Pertama, pertanyaan ini
harus dijawab: Bagaimanakah berkembangnya perbedaan antara ratu dan pekerja?
Tentang hal ini para evolusionis berpedapat bahwa sekelompok pekerja
meninggalkan pekerjaannya dan mengembangkan fisiologi yang berbeda dengan semut
pekerja lain, dengan cara mengalami variasi genetis dalam masa panjang. Namun,
kita lalu dihadapkan pada pertanyaan bagaimana para “calon ratu” tersebut
men-dapat makanan selama masa transformasi ini. Semut ratu tidak pernah mencari
makanan. Mereka dibawakan makanan oleh pekerja. Sebagian pekerja mungkin
menganggap dirinya sebagai “ratu”, tapi bagaimana dan mengapa para pekerja lain
menerima hierarki ini? Selanjutnya, mengapa mereka mau memberi makan ratu ini?
“Perjuangan hidup” yang mereka jalani, menurut “evolusi”, mengharuskan mereka
hanya memikirkan diri sendiri.
Semua
serangga melewatkan sebagian besar waktunya mencari ma-kan. Mereka mencari dan
memakan makanan, lalu mereka lapar lagi, dan kembali pergi mencari makan.
Mereka juga lari dari bahaya. Jika kita menerima evolusi, kita juga harus
menerima bahwa dulu semut juga hidup “secara individual”, tetapi pada suatu
hari, jutaan tahun yang lalu, mereka memutuskan untuk tersosialisasi. Maka
muncul pertanyaan, bagaimana mereka “memutuskan” untuk “membentuk” tatanan
sosial ini tanpa komunikasi yang sama di antara mereka, karena menurut evolusi,
komunikasi adalah konsekuensi dari sosialisasi. Selanjutnya, persoalan
bagai-mana mereka mengembangkan mutasi genetik yang diperlukan untuk
sosialisasi ini tidak memiliki penjelasan ilmiah apa pun.
Semua
argumen ini membawa kita pada satu titik: Klaim bahwa semut mulai
“bersosialisasi” pada suatu hari jutaan tahun yang lalu melanggar semua aturan
dasar logika. Satu-satunya penjelasan yang mungkin adalah: tatanan sosial, yang
akan kita lihat perinciannya dalam bab-bab berikut, diciptakan bersamaan dengan
semut itu sendiri; dan sistem ini tidak berubah sejak koloni semut yang pertama
di bumi, hingga hari ini.
Saat
menyebutkan lebah yang tatanan sosialnya mirip dengan semut, Allah menyatakan
dalam Al Quran bahwa tatanan sosial ini telah “diwahyukan” kepada mereka:
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia,
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perut lebah itu keluar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (Surat
an-Nahl: 68-69)
Ayat
ini menyampaikan pesan bahwa segala sesuatu yang dilakukan lebah madu diatur
oleh “wahyu” yang diberikan Allah kepada mereka. Sesuai dengan itu, semua
“rumah” atau sarang dan, karenanya, seluruh tatanan sosial dalam sarang ini dan
semua pekerjaan yang mereka lakukan untuk membuat madu, dimungkinkan oleh ilham
yang diberikan Allah kepada mereka.
Ketika
melihat semut, kita melihat bahwa keadaan mereka tidak ber-beda. Allah juga
telah mengilhami mereka dengan tatanan sosial dan mereka menurutinya secara
mutlak. Inilah sebabnya setiap kelompok semut melaksanakan tugas yang
ditugaskan kepadanya secara sempurna dan dengan kepasrahan mutlak dan tidak
menuntut lebih.
Dan inilah hukum alam. Di alam tak ada “pertarungan untuk
kelangsungan hidup” yang acak dan kebetulan, seperti yang diklaim evolusi,
tidak pernah pula ada di masa dulu. Sebaliknya, semua makhluk hidup memakan
“makanan” yang ditentukan untuk mereka dan melakukan tugas yang ditugaskan
Allah kepada mereka. Karena “tidak ada suatu binatang melata pun melainkan
Dialah yang memegang ubun-ubunnya” (Surat Hud: 56) dan “sesungguhnya Allah
Dialah Maha Pemberi rezeki” (Surat Adz-Dzariyat: 58).
BAB 1
KEHIDUPAN
SOSIAL
Telah
disebutkan bahwa semut hidup berkoloni dan di antara mereka terdapat pembagian
kerja yang sempurna. Kalau dilihat lebih teliti, kita dapati sistem mereka
memiliki struktur sosial yang cukup menarik. Mereka pun mampu berkorban pada
tingkat yang lebih tinggi daripada manusia. Salah satu hal paling menarik dibandingkan manusia, mereka tidak mengenal
konsep semacam diskriminasi kaya-miskin atau perebutan kekuasaan.
Banyak
ilmuwan yang bertahun-tahun melakukan penelitian mendalam tak mampu menjelaskan
perilaku sosial semut yang begitu maju. Caryle P. Haskins, Ph.D., kepala
Institut Carnegie di Washington menyatakan:
Setelah
60 tahun mengamati dan mengkaji, saya masih takjub melihat betapa canggihnya
perilaku sosial semut.… Semut merupakan model yang indah untuk kita gunakan
dalam mempelajari akar perilaku hewan.1
Sebagian
koloni semut begitu padat populasinya dan begitu luas daerah hidupnya, sehingga
tak mungkin bisa di-jelaskan bagaimana mereka dapat membentuk tatanan yang
sempurna. Jadi, pernyataan Dr. Haskins
sulit dibantah.
Sebagai
contoh koloni yang besar ini, misalnya spesies semut Formica
yesensis, yang hidup di pantai Ishikari, Afrika. Koloni semut ini tinggal
di 45.000 sarang yang saling berhubungan di wilayah seluas 2,7 kilometer
persegi. Koloni yang memiliki sekitar 1.080.000 ratu dan 306.000.000 pekerja
ini dinamai “koloni super” oleh para peneliti. Ditemukan bahwa semua alat
produksi dan makanan dipertukarkan dalam koloni secara tertib2.
Sungguh sulit menjelaskan bagaimana semut-semut ini mempertahankan ketertiban
tanpa masalah, mengingat luasnya tempat tinggal mereka. Harus diingat, untuk
menegakkan hukum dan menjaga ketertiban sosial, bahkan di negara beradab dengan
sedikit penduduk pun, diperlukan berbagai kekuatan keamanan. Diperlukan pula
staf administrasi yang memimpin dan mengelola unit-unit ini. Kadang-kadang
ketertiban pun tidak dapat dijaga tanpa timbul masalah, meskipun telah
diupayakan sekuat tenaga.
Namun,
koloni semut tidak memerlukan polisi, satpam, atau hansip. Dan mengingat tugas
sang ratu – yang kita ang-gap sebagai
pemimpin koloni – hanya melestarikan spesies, semut-semut ini sebenarnya tidak
punya pemimpin atau penguasa. Jadi, di antara mereka tidak ada hierarki berdasarkan
rantai komando. Lalu siapa yang menentukan ketertiban ini dan menjaga
keberlanjutannya?
Dalam
bab-bab berikut kita akan menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini dan
pertanyaan lain yang serupa.
Sistem Kasta
Setiap
koloni semut, tan-pa kecuali, tunduk pada sistem kasta secara ketat. Sistem kasta ini terdiri atas tiga bagian besar dalam koloni.
Anggota
kasta pertama adalah ratu dan semut-semut jantan, yang memungkinkan mereka
berkembang biak. Dalam satu koloni bisa terdapat lebih dari satu
ratu. Ratu
mengemban tugas reproduksi untuk meningkatkan jumlah individu yang membentuk
koloni. Tubuhnya lebih besar daripada tubuh semut lain. Sedang tugas semut
jantan hanyalah membuahi sang ratu. Malah, hampir semua semut jantan ini mati
setelah kawin.
Anggota kasta kedua adalah
prajurit. Mereka mengemban tugas seperti membangun koloni, menemukan lingkungan
baru untuk hidup, dan berburu.
Kasta ketiga terdiri atas
semut pekerja. Semua pekerja ini adalah semut betina yang steril. Mereka
merawat semut induk dan bayi-bayinya; membersihkan dan memberi makan. Selain
semua ini, pekerjaan lain dalam koloni juga merupakan tanggung jawab kasta
pekerja. Mereka membangun koridor dan serambi baru untuk sarang mereka; mereka
mencari makanan dan terus-menerus membersihkan sarang.
Di
antara semut pekerja dan prajurit juga ada subkelompok. Subkelompok ini disebut
budak, pencuri, pengasuh, pembangun, dan pengumpul. Setiap kelompok me-miliki
tugas sendiri-sendiri. Sementara satu kelompok berfokus sepenuhnya melawan
musuh atau berburu, kelompok lain membangun sarang, dan yang lain lagi
memelihara sarang.
Setiap
individu dalam koloni semut melakukan bagian pekerjaannya sepenuhnya. Tak ada
yang mencemaskan posisi atau jenis tugasnya. Ia hanya melakukan apa yang
diwajibkan. Yang penting adalah keberlanjutan koloninya.
Kalau
kita pikirkan bagaimana sistem ini berkembang, kita tidak dapat
mengingkari fakta adanya penciptaan.
Mari
kami jelaskan alasannya: Jika ada tatanan yang sempurna, secara logis kita
berkesimpulan bahwa tatanan ini tentu dibentuk oleh otak yang merencanakan.
Misalnya, tatanan disiplin dalam
militer; jelas bahwa para perwira yang mengendalikan tentara telah menetapkan
tatanan ini. Sungguh absurd kalau kita berasumsi semua individu dalam pasukan berkumpul dengan
sendirinya dan mengorganisasi diri sendiri, lalu berkelompok menurut pangkat
dan mulai bertindak sesuai pangkatnya. Lebih jauh lagi, perwira yang telah
menetapkan tatanan ini harus terus melakukan inspeksi agar tatanan ini dapat bertahan tanpa
masalah. Kalau tidak, pasukan yang diserahkan kepada prajurit saja akan berubah
menjadi kumpulan yang kacau, sedisiplin apa pun pada mulanya.
Semut
juga memiliki disiplin yang sangat mirip dengan disiplin militer. Namun, aspek
yang penting adalah tidak ada “perwira”, atau administrator yang
mengorganisasi, di mana pun juga. Berbagai sistem kasta dalam koloni semut
menjalankan tugas mereka secara sempurna, meskipun tanpa “kekuatan pusat” yang
terlihat mengawasi mereka.
Lalu,
penjelasan satu-satunya adalah bahwa kehendak pusat ini merupakan kehendak yang
“tak tampak”. Ilham yang disebut dalam Al Quran dalam pernyataan “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah”
(Surat An-Nahl: 68) adalah kekuatan yang tak tampak ini.
Kehendak
ini telah menyempurnakan perencanaan yang begitu dahsyat – yang menakjubkan
manusia saat mencoba menganalisisnya. Ketakjuban dan kekaguman seperti ini juga
telah diungkapkan oleh para peneliti dari waktu ke waktu dalam berbagai bentuk.
Kaum evolusionis, yang mengklaim bahwa sistem yang sempurna ini telah
berkembang akibat kebetulan, tidak mampu menjelaskan perilaku pengorbanan yang
merupakan pusat sistem ini. Sebuah artikel mengenai topik ini dalam Jurnal Bilim ve Teknik sekali lagi menunjukkan
ketidakmampuan tersebut:
Masalahnya adalah mengapa
makhluk hidup suka tolong-menolong. Menurut Teori Darwin, setiap makhluk hidup
berjuang untuk kelangsungan hidup dan perkembangbiakannya sendiri. Karena
membantu makhluk lain akan secara relatif mengurangi peluang kelangsungan
makhluk hidup tersebut, perilaku ini mestinya dilenyapkan oleh evolusi pada
jangka panjang. Namun, telah terbukti bahwa makhluk hidup rela untuk berkorban.
Cara klasik untuk
menjelaskan fakta pengorbanan ini adalah
koloni yang terbentuk dari individu-individu yang mau berkorban demi
kepentingan kelompok atau genus akan lebih sukses dalam evolusi daripada koloni
yang terbentuk dari individu-individu yang egois. Namun, hal yang tidak
dijelaskan dalam teori ini adalah bagaimana masyarakat yang mau berkorban ini
dapat mempertahankan ciri tersebut. Suatu individu egois yang mungkin muncul
dalam masyarakat itu mestinya akan meneruskan ciri egoisnya kepada generasi
berikut, karena dia tak akan mengorbankan dirinya. Hal samar lainnya adalah
bahwa jika evolusi terjadi pada tingkat masyarakat, sebesar apa semestinya
masyarakat itu? Apakah masyarakat itu berupa keluarga, kelompok, genus, atau
kelas? Bahkan jika evolusi terjadi bersamaan pada lebih dari satu tingkat, apa
yang akan terjadi jika kepentingan antartingkat ini bertentangan3?
Seperti yang kita lihat,
mustahil menjelaskan rasa pengorbanan pada makhluk hidup dan sistem sosial yang
berdasarkan padanya dengan teori evolusi, yakni dengan berasumsi bahwa makhluk
hidup telah muncul akibat kebetulan.
Mungkinkah
Semut Menjadi Penjaga Pintu?
Saat menganalisis detail
sistem dalam koloni semut, kita merasakan kekuatan kehendak tak tampak itu,
yang menetapkan dan mengatur sistem ini, secara lebih konkret. Marilah kita
lihat detail-detail ini.
Biasanya hubungan sarang
semut dengan dunia luar adalah melalui lubang kecil yang hanya cukup untuk
seekor semut. Melewati lubang ini perlu “izin”. Dalam koloni ada
sejumlah kecil semut yang “bertugas sebagai penjaga pintu”.
“Penjaga
pintu” bertugas menjadi sumbat-hidup dengan bentuk kepalanya yang pas dengan
lubang masuk. Lebih lanjut, warna dan desain kepalanya sama dengan warna kulit
pohon di lingkungan sekitar. Penjaga pintu berjam-jam duduk di lubang masuk dan
hanya memperbolehkan masuk semut-semut yang terdeteksi termasuk koloninya
sendiri.4
Ini
berarti gagasan memiliki penjaga pintu untuk menjaga bangunan telah
dipraktikkan oleh semut penjaga pintu, sebelum manusia. Semut ini menutupi
lubang masuk dengan bagian terkuat tubuhnya, menyamarkan dirinya, dan melarang
masuk semut yang tidak mengucapkan “kata kunci” yang benar.
Jelas
sekali kenyataan bahwa kepala semut penjaga tadi pas dengan lubang, warna dan
polanya sesuai dengan lingkungan, dan ia menolak masuk siapa pun yang tidak ia
kenal, tak mungkin dilakukan atas kemauannya sendiri. Jelas ada “tokoh
intelektual“ yang mendesain tubuh semut dalam bentuk ini dan mengilhamkan tugas
yang dilakukan semut tersebut. Mengatakan bahwa semut dapat memikirkan sendiri
tugas ini dan bekerja sebagai penjaga pintu tanpa kehilangan ke-sabaran dan
tanpa menyerah, jelas bukan penjelasan yang masuk akal.
Mari
kita pikirkan: Mengapa seekor semut mau menjadi penjaga pintu? Jika boleh
memilih, untuk apa ia mengambil tugas yang paling merepotkan dan memerlukan
pengorbanan terbesar itu? Jika boleh memilih, tentu ia akan mengambil pekerjaan
yang akan memberinya lingkungan ternyaman dan pelayanan terbaik. Sebenarnya,
pilihan ini terjadi dengan ketetapan Allah. Dan semut penjaga pintu
melaksanakan tugasnya dengan penuh ketaatan. Hanya sang pencipta semut yang
mungkin telah mendesain kehidupan koloni yang demikian sempurna, untuk
menunjukkan sisi seni-Nya yang menakjubkan dan telah memberi tugas-tugas khusus
kepada koloni semut yang hidup dengan
sistem ini.
Menurut
teori evolusi, semut mestinya berkembang dalam setiap segi dan mereka mestinya
mencoba memasuki kasta yang memberi mereka hidup yang lebih nyaman. Akan
tetapi, semut penjaga pintu tidak berupaya ke arah ini, sebaliknya melaksanakan
tugas yang diilhamkan itu tanpa salah sepanjang seluruh hidup mereka.
Semut Ahli
Organisasi,
spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu, dan komunikasi dalam dunia semut
hampir sama canggihnya dengan yang dimiliki manusia. Sedemikian canggihnya sistem
itu, sehingga manusia kini memola sistem mereka menuruti sistem harmonis
tersebut. Hal ini diuraikan dalam kutipan berikut:
Ahli
komputer masa kini mencoba mereproduksi bentuk-bentuk perilaku kolektif semut
pada robot di laboratorium. Alih-alih berfokus pada program yang sangat maju,
mereka malah berkonsentrasi pada robot-robot yang bekerja sama berdasarkan unsur-unsur informasi
“sederhana”. Prinsip dasarnya sama. Alih-alih membuat sebuah robot yang sangat
canggih, mereka malah mengembangkan sekelompok robot yang tidak begitu
“cerdas”, tetapi menjalankan tugas yang sangat “rumit” seperti yang dilakukan
semut dalam koloninya.… Robot-robot ini tidak canggih dalam hal “kecerdasan”
jika dinilai satu per satu, tetapi mereka akan mencapai pembagian kerja melalui
motivasi tindakan kolektif. Ini dimungkinkan karena mereka memiliki kemampuan
untuk bertukar informasi sederhana. Hidup dan kerja sama dalam koloni semut
juga telah mempengaruhi NASA…. Organisasi ini berencana mengirimkan banyak
“robot semut” untuk penelitian di planet Mars alih-alih satu robot canggih.
Jadi, sekalipun sebagian robot ini rusak, anggota regu yang tersisa akan mampu
merampungkan tugas mereka.5
Sekarang
mari kita lihat contoh yang menarik dari dunia “semut ahli”.
Bagaimana
Hidup Berkelompok Mempengaruhi Semut?
Contoh kerja sama antara
semut yang paling jelas adalah dalam perilaku spesies semut pekerja yang
disebut Lasius emarginatus. Individu spesies ini memiliki afiliasi yang menarik satu sama lain.
Kegiatan sekelompok empat semut pekerja yang bekerja dengan tanah ini terus
berlanjut saat mereka terpisah dari kelompok yang besar. Namun, jika ada benda,
seperti gelas atau batu, di antara mereka yang mencegah mereka saling melihat,
kecepatan kerja mereka melambat.
Contoh
lain adalah ketika semut api terpisah dari kelompoknya oleh rintangan tipis,
mereka mencoba mencapai anggota lain koloninya dengan menusuk penghalang ini.
Terjadi
banyak variasi pada perilaku semut ketika jumlah individu dalam kelompok
berubah. Ketika jumlah semut dalam sarang meningkat, teramati bahwa kegiatan
setiap individu secara proporsional juga meningkat. Begitu semut pekerja berkelompok,
mereka berkumpul, menjadi tenang, dan menghabiskan lebih sedikit energi. Telah
ditemukan bahwa dalam sebagian spesies semut, begitu populasi meningkat, jumlah
oksigen yang digunakan menurun.
Semua
contoh ini menunjukkan bahwa semut tak dapat bertahan hidup sendirian. Makhluk
kecil ini telah diciptakan dengan ciri-ciri yang memungkinkan mereka hidup
hanya dalam kelompok atau malahan nanya dalam koloni. Dan ini
membuktikan betapa klaim-klaim evolusionis mengenai proses bersosialisasi semut
bertentangan dengan realitas. Sungguh mustahil semut-semut tersebut hidup
sendirian ketika pertama kali diciptakan, lalu bersosialisasi dan membentuk
koloni. Seekor semut yang menghadapi lingkungan seperti itu mustahil bisa
bertahan hidup. Ia harus berkembang biak, membangun sarang untuk dirinya dan
larvanya, mencari makan untuk diri dan keluarganya, menjadi penjaga pintu,
men-jadi prajurit, dan juga pekerja yang merawat larvanya…. Kita tak bisa
mengklaim bahwa di zaman dulu semua pekerjaan yang memerlukan pembagian tugas
yang ekstensif ini dapat dilaksanakan oleh seekor semut saja atau bahkan
beberapa ekor semut. Selanjutnya, mustahil dibayangkan bahwa mereka berupaya
menuju sosialisasi sembari melaksanakan berbagai tugas sehari-hari ini.
Kesimpulan
dari semua ini: Semut adalah makhluk yang hidup dalam sistem sosial dan
berkelompok sejak hari mereka pertama diciptakan. Semua ini juga membuktikan
bahwa semut muncul pada satu saat dengan segala ciri-ciri lengkapnya. Dengan
kata lain, mereka telah “diciptakan”.
Markas Ideal
Mari
kita luaskan sedikit contoh pasukan yang disampaikan sebelum-nya. Bayangkan
Anda tiba di markas tentara yang luar biasa besar, tetapi sangat teratur.
Tampaknya Anda tidak dapat masuk karena petugas keamanan di gerbang tidak
mengizinkan masuk orang yang tidak dikenal. Bangunan tersebut dilindungi oleh
sistem keamanan yang diawasi ketat.
Sekarang,
misalkan saja Anda berhasil masuk. Di dalam, berbagai kegiatan sistematis dan
dinamis akan memesona Anda, karena ribuan prajurit sedang melaksanakan tugas
mereka dengan teramat tertib. Saat Anda meyelidiki rahasia keteraturan ini,
tampak bahwa bangunan itu telah dirancang dalam bentuk yang sepenuhnya cocok
bagi penghuninya untuk bekerja. Ada departemen khusus untuk setiap tugas dan
semuanya dirancang supaya prajurit dapat bekerja se-mudah mungkin. Misalnya,
bangunan ini memiliki lantai-lantai di bawah tanah, tetapi departemen yang
memerlukan energi matahari lokasinya memperoleh sinar matahari dengan sudut
sebesar mungkin. Dan departemen-departemen yang harus senantiasa saling
berhubungan dibangun sangat berdekatan sehingga memudahkan akses. Gudang-gudang
penyimpan kelebihan bahan juga dirancang sebagai departemen terpisah di satu
sisi bangunan. Lokasi gudang-gudang penyimpanan itu nyaman serta mudah diakses.
Dan tepat di tengah bangunan terdapat ruang luas di mana semua orang dapat
berkumpul.
Keunikan
markas tersebut bukan hanya itu. Meski luas, bangunan ini dipanaskan secara
seragam. Suhu tetap konstan sepanjang hari berkat sistem pemanas sentral yang sangat
canggih. Penyebab lainnya adalah sekat luar
yang sangat efektif melawan segala kondisi cuaca.
Jika
ditanya bagaimana dan oleh siapa markas semacam ini dirancang, semua orang akan
menjawab bahwa markas ini dirancang dengan teknologi tinggi oleh kerja tim
profesional. Bangunan markas seperti ini hanya bisa dibangun oleh mereka yang
memiliki tingkat pendidikan, budaya, kecerdasan, dan logika tertentu.
Namun,
bangunan markas ini sebenarnya adalah sebuah sarang semut. (lihat halaman
sebelah)
Menghimpun
informasi yang diperlukan untuk membangun markas semacam ini memakan sebagian
besar usia manusia. Namun, seekor semut yang baru menetas dari telur sudah tahu
tugasnya saat itu juga dan mulai bekerja tanpa membuang waktu. Ini menunjukkan
bahwa semut memiliki informasi tersebut
sebelum ia lahir. Semua informasi tersebut diilhamkan dalam diri semut pada
saat penciptaannya oleh Allah Yang Maha Kuasa yang menciptakan mereka.
Organisasi Diri pada Semut
Dalam
dunia semut tak ada pemimpin, perencanaan, atau pemrograman. Dan yang
terpenting adalah bahwa tak ada rantai komando, seperti sudah disebutkan
terdahulu. Tugas-tugas terumit dalam masyarakat ini terlaksana tanpa tertunda
karena adanya organisasi diri yang sangat canggih. Misalkan contoh berikut ini:
Bila koloni
mengalami paceklik, semut pekerja segera berubah menjadi semut “pemberi makan”
dan mulai memberi makan sesamanya dengan partikel makanan dalam perut
cadangannya. Bila koloni kelebihan makanan, mereka melepaskan identitas ini dan
kembali menjadi semut pekerja.
Pengorbanan
yang ditunjukkan ini benar-benar pengorbanan tingkat tinggi. Sementara manusia
belum berhasil memerangi kelaparan di dunia, semut telah menemukan penyelesaian
praktis untuk masalah ini: berbagi segalanya, termasuk makanan. Ya, inilah contoh
pengorbanan nyata. Memberi segala miliknya termasuk makanan, tanpa ragu, agar
semut lain tetap hidup, hanyalah salah satu contoh pengorbanan di alam yang tak
mampu dijelaskan teori evolusi.
Bagi
semut tidak ada masalah kepadatan penduduk. Sementara kota-kota besar milik
manusia saat ini menjadi sulit ditinggali akibat migrasi, ketiadaan
infrastruktur, salah alokasi sumber daya dan pengangguran, semut dapat
mengelola kota bawah tanah mereka, yang berpopulasi 50 juta ekor, dengan
keteraturan luar biasa tanpa merasa
kurang sesuatu apa. Setiap semut mampu cepat beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi dalam lingkungannya. Agar hal seperti ini bisa
terjadi, semut tentu telah diprogram secara fisik dan psikologis.
Agar
sistem yang sangat terorganisasi ini muncul, mesti ada “kehendak utama” yang
mengilhami mereka mengerjakan tugas dan memerintah mereka . Kalau tidak, pasti
terjadi kekacauan besar, bukan ketertiban. Dan kehendak utama ini adalah milik
Allah, yang memiliki segala sesuatu, yang Maha Kuasa, yang mengarahkan semua
makhluk hidup dan memerintah mereka melalui ilham.
Kenyataan
bahwa semut terus-menerus berjuang tanpa memikirkan keuntungan, adalah bukti
bahwa mereka bertindak atas ilham sesosok “perwira”. Ayat di bawah sepenuhnya
menegaskan bahwa Allah adalah penguasa dan pengawas segala sesuatu dan bahwa
setiap makhluk hidup bertindak atas ilham-Nya:
Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan
Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang
ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di
atas jalan yang lurus. (Surat Hud: 56)
footnotes:
1) National Geographic, vol. 165, no. 6 hlm. 775
2) Bert Holldobler-Edward O. Wilson, The Ants,
Harvard University Press, 1990, hlm. 1.
3) Bilim ve Teknik Dergisi (Jurnal Sains dan Teknik),
ed: 190, hlm. 4.
4) Bert Holldobler-Edward O. Wilson, The Ants,
Harvard University Press, 1990, hlm. 330-331
5) Focus Dergisi (Majalah Focus), Oktober 1996
6) Focus Dergisi (Majalah Focus), Oktober 1996